Minggu, 28 November 2010

Huuuuuuuuuuuhhh,,,,,,,pagi-pagi dah maceeettttt......


Lalu lintas ibukota pagi dan sore hari selalu disuguhi oleh keadaan lalu lintas yang tidak bergerak. di sana sini tampak kemacetan mengisi setiap ruas jalan ibukota, apa yang salah? siapa yang salah?
Banyak pihak memprediksi, ibukota akan berhenti total bila pemerintah tidak segera mengambil langkah-langkah konkret dan strategis menangani kemacetan ibukota.
Pemerintah menilai perlunya pembatasan kendaraan roda dua atau sepeda motor, membatasi kendaraan dari luar Jakarta, dan mendorong pemanfaatan busway secara maksimal.
Sepeda motor, merupakan cara murah bagi sebagian orang untuk mengatasi kemacetan yang makin ruwet di ibukota ini. Memiliki kendaraan roda empat saat ini adalah kebanggaan yang mencitrakan kesuksesan seseorang. Pemiliknya betah menikmati kemacetan yang memang sudah menjadi realitas hidup di kota besar seperti ibukota demi sebuah gengsi, apa iya?
Sepeda motor dibatasi, itu artinya orang disuruh beli motor setelah itu dilarang jalan. Kalau kita mau sedikit jujur, kemacetan di jalan tol bukan akibat sepeda motor yang sudah boleh masuk tol, kemacetan di beberapa ruas seperti pertigaan Jagakarsa dan sepanjang jalan Raya Bogor (pertigaan TMII arah Cililitan) kerap dimacetkan oleh truk pengangkut sampah yang jam operasinya sama dengan jam kerja orang kantoran. Apakah lagi-lagi sepeda motor yang harus disalahkan.
Wacana baru yang ingin menaikan tarif parkir baik pinggir jalan atau gedung dan pusat perbelanjaan, harusnya terlebih dulu menyiapkan infrastruktur bila orang bawa mobil mulai berkurang, apakah busway saat ini sudah memenuhi syarat untuk dijadikan tulang punggung mass transportation. Wacana ini terinspirasi oleh negara tetangga seperti Singapura yang lebih dulu menerapkan, dan negara-negara Eropa yang mencapai jutaan rupiah perbulan (seperti diberitakan VIVAnews.com edisi Sabtu 13 Nopember 2010).
Buat penduduk Singapura atau negara-negara Eropa bukan perkara sulit dan mahal, toh pendapatan yang mereka terima tetap lebih tinggi, nah kalau hal tersebut diberlakukan di Indonesia, apakah tidak akan menambah kesan pemerintah baik Jakarta maupun Pusat tidak mau pusing urusan macet yang makin sulit terurai, akhirnya solusi yang dapat diberikan adalah tambah beban masyarakat Jakarta atau Indonesia kedepannya.
Seharusnya yang patut ditiru dari Singapura atau negara-negara Eropa tersebut adalah semangat dan action nya yang tidak pernah istirahat dalam meminimalisir kesemrawutan lalulintas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar